Jumat, 12 Agustus 2011

Kebut Pembangunan SD, Atasi Kekurangan Kelas

JAKARTA - Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), masih mendata adanya kekurangan jumlah ruang kelas sekolah dasar (SD). Apalagi, dari sekian jumlah ruang kelas tersebut, baru separuh yang sudah memenuhi standar pelayanan minimal (SPM). Kondisi ini, dikhawatirkan mempengaruhi penuntasan wajib belajar sembilan tahun.

Data di Kemendiknas, hingga tahun lalu tercatat ada 147.836 unit sekolah dengan jumlah ruang kelas mencapai 717.803 unit. Nah, hampir separuh dari jumlah ruang kelas itu, memiliki kualitas bangunan yang buruk. Selain itu, tenaga pengajar yang kurang.

Kekhawatiran kondisi ruang kelas yang buruk itu mempengaruhi target penuntasan wajib belajar sembilan tahun, dipengaruhi dengan tingginya jumlah siswa usia SD. Hingga permulaan tahun ajaran 2011-2012 ini, diperkirakan mencapai 757.960 rombongan belajar (rombel). Dimana, idealnya satu rombel menempati satu ruang kelas. Kajian sementara, minimnya ruang kelas ini berimbas pada tingkat putus sekolah siswa SD sebesar 1,5 persen atau setara dengan 445 ribu anak.

Direktur Pembinaan SD, Ditjen Pendidikan Dasar Kemendiknas Ibrahim Bafadal menuturkan, dengan perhitungan itu jumlah ruang kelas yang saat ini tersedia tidak cukup menampung jumlah siswa usia SD. "Dalam waktu secepatnya, kebutuhan ruang kelas seluruh siswa usia SD itu harus dipenuhi," tandasnya.

Ibrahim menuturkan, kurangnya jumlah ruang kelas diatasi dengan beberapa cara. Diantaranya adalah, menerapkan dua gelombang belajar. Gelombang pertama pagi hingga siang. Lantas diteruskan gelombang kedua hingga sore hari. Ibrahim menuturkan, ada kabupaten yang menerapkan hingga tiga gelombag belajar. Diantaranya di Kota Batam.

Menurut Ibrahim, penerapan beberapa gelombang belajar tersebut tidak bisa diterapkan dalam jangka waktu yang panjang. Untuk itu, dia mengatakan Kemendiknas membuat strategi percepatan pembangunan sekolah rusak. Baik yang rusak ringan, sedang, hingga berat. Program yang bakal dijalankan itu bernama Ruang Kelas Baru (RKB).

Ketentuan program ini adalah, sekolah yang rusak ringan harus direhab. Dana untuk rehab ini ditanggung oleh pemerintah daerah. Sementara untuk sekolah yang rusak berat, akan dirobohkan lantas dibangun ulang. Anggaran untuk pembangunan sekolah baru ini menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

Ibrahim menuturkan, Kemendiknas mengajukan penambahan anggaran dalam APBN-P untuk program RKB hingga Rp 10 triliun. Uang ini terbagi diantaranya Rp 8 triliun untuk tingkat SD dan Rp 2 triliun untuk tingkat SMP. Diharapkan, program ini sudah bisa dijalankan setelah APBN-P diputuskan DPR sekitar September mendatang.

Setelah mendapatkan kucuran tambahan anggaran itu, Ibrahim mengatakan Kemendiknas masih menerapkan skala prioritas pembangunan sekolah baru. Diantara yang bakal mendapat jatah perbaikan lebih dulu adalah di Kabupaten Lombok Utara, beberapa kabupaten di Provinsi Papua, serta sekolahan-sekolahan di kawasan perbatasan di pulai Kalimantan. (wan)

sumber: jpnn

Tidak ada komentar:

Posting Komentar